Kamis, 23 Juni 2011

Perdagangan dan Jual Beli Dalam Islam

A Pengertian dan Dasar Hukum

Jual dalam istilah fiqh disebut al-bai’u yang berarti menjual,mengganti,dan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain. Sedangkan Beli disebut Assyar-u dengan demikian bila keduanya digabungkan maka timbul istilah jual dan beli.
Secara terminologi, terdapat beberapa definisi yang substansi dan tujuan masing-masing pengertian adalah sama yakni, tukar menukar barang dengan cara tertentu atau tukar menukar sesuatau dengan yang sepadan menurut cara yang dibenarkan (syara). Definisi lain dikemukakan oleh madzhab Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah bahwa jual beli dimaknai sebagai saling menukar barang dalam bentuk pemindahan hak milik dan pemilikan.[1] 
Jual beli mempunyai landasan hukum yang kuat dalam Al-Qur’an dan Assunnah. Dalil Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 275
3 ¨@ymr&ur ª!$# yìøt7ø9$# tP§ymur (#4qt/Ìh9$# 4 `yJsù ¼çnuä!%y` ×psàÏãöqtB `ÏiB ¾ÏmÎn/§ 4ygtFR$$sù ¼ã&s#sù $tB y#n=y ÿ¼çnãøBr&ur n<Î) «!$# ( ïÆtBur yŠ$tã y7Í´¯»s9'ré'sù Ü=»ysô¹r& Í$¨Z9$# ( öNèd $pkŽÏù šcrà$Î#»yz ÇËÐÎÈ
”...padahal Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang Telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang Telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (QS Al-Baqarah:275)



 surat An-Nisa ayat 29
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãYtB#uä Ÿw (#þqè=à2ù's? Nä3s9ºuqøBr& Mà6oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ HwÎ) br& šcqä3s? ¸ot»pgÏB `tã <Ú#ts? öNä3ZÏiB 4 Ÿwur (#þqè=çFø)s? öNä3|¡àÿRr& 4 ¨bÎ) ©!$# tb%x. öNä3Î/ $VJŠÏmu ÇËÒÈ
  ”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS An-Nisa: 29)
Berdasarkan Hadis yang diriwayatkan oleh Al-Bazzar dan Al-Hakim: Rasulullah Saw ditanya salah seorang sahabat mengenai pekerjaan (profesi) apa yang paling baik. Rasulullah menjawab : usaha tangan manusia sendiri dan setiap jual beli yang diberkati. Dan Hadis yang diriwayatkan imam Turmudzi yang berbunyi: Rasulullah Saw bersabda: pedagang yang jujur dan terpercaya itu sejajar (tempatnya) di surga dengan para Nabi,para Shiddiqin,dan para syuhada.[2]
B. Rukun dan Syarat Jual Beli
Menurut jumhur ulama , rukun dan syarat jual beli terdiri dari:
1.      Adanya orang yang berakad (penjual dan pembeli) dan syaratnya adalah berakal,baligh,atas kehendak sendiri. Berdasarkan sabda Rasul
2.      Adanya ijab dan qabul diantara orang yang berakad. Adapun syarat ijab dan qabul yaitu: jangan ada yang memisahkan diantara keduanya, tidak diselingi dengan kata-kata lain diantara ijab dan qabul, ijab dan qabul dilakukan dalam satu majlis kecuali dalam aqad salam.
3.      Objek jual beli, yang terdiri dari: barang yang diperjualbelikan dan harga barang,barangnya suci sehingga tidak sah menjual benda-benda najis seperti: anjing, babi, khamr. Berdasarkan Hadis
عن جابر ر ض ان رسول اهه ص م قا ل ان الله ورسوله حرم البيع الخمر والميتة والخنزير والاصنام   ﴿رواه البخارى ومسلم﴾
“Dari Jabir r.a Rasulullah Saw bersabda: sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya mengharamkan penjualan arak, bangkai, babi, dan berhala.” (HR Bukhari dan Muslim)
            Menurut riwayat lain dari Nabi dinyatakan ”kecuali anjing untuk berburu” boleh untuk diperjualbelikan[3].

C. Macam-macam jual beli
Jual beli terbagi menjadi tiga:
1.      Jual beli benda yang kelihatan
2.      Jual beli yang disebutkan sifat-sifatnya dalam negosiasi.
3.      Jual beli benda yang tidak ada serta tidak dapat dilihat.
Jual beli benda yang kelihatan ialah pada waktu melakukan akad jual beli,benda atau barang yang diperjualbelikan ada didepan penjual dan pembeli. Hal ini lazim dilakukan masyarakat banyak dan boleh dilakukan.
Jual beli yang disebutkan sifat-sifatnnya dalam negosiasi ialah jual beli salam atau pesanan. Menurut kebiasaan para pedagang, salam adalah jual beli yang tidak tunai. Salam pada awalnya berarti meminjamkan barang atau suatu benda yang seimbang dengan harga tertentu. Dalam salam terdapat syarat yang tambahannya sebagai berikut:
a.       Disebutkan sifat-sifatnya yang mungkin dijangkau oleh pembeli, baik berupa barang yang dapat ditukar, ditimbang, maupun diukur.
b.      Menyebutkan identitas barang yang dikenal oleh para ahli dalam bidang barang tersebut yang menyangkut kualitas barang.
Jual beli benda yang tidak ada serta tidak dapat dilihat ialah jual beli yang dilarang oleh agama Islam. Karena barangnya tidak menentu, sehingga dikhawatirkan barang tersebut yang diperoleh dari curian atau barang tipuan yang akibatnya dapat menimbulkan kerugian salah satu pihak. Seperti penjualan barang yang belum ketahuan bentuknya semisal tanaman yang masih didalam tanah.
Jual beli yang dilarang dan batal hukumnya adalah sebagai berikut:
1.      Barang yang dihukumi najis oleh agama, seperti, anjing, babi, berhala, bangkai, dan khamr. Berdasarkan sabda Rasulullah Saw
عن جابر رض ان رسول الله ص م  ان الله ورسوله حرم بيع الخمر والميتة والخنزير واﻷصنام   ﴿رواه البخارى و مسلم﴾   
”Dari Jabir Ra Rasulullah Saw bersabda: sesungguhnya Allah da Rasul-Nya mengharamkan penjualan arak, bangkai, babi, dan berhala” (HR Bukhari dan Muslim)
2.      Jual beli sperma hewan, seperti mengawinkan seekor domba jantan dengan betina agar dapat memperoleh keurunan. Sabda Rasulullah Saw
عن ابن عمر ر ض قال نهى رسو ل الله ص م عن عسب الفحل  ﴿رواه البخارى﴾
“Dari Ibn Umar ra berkata: Rasulullah Saw telah melarang menjual mani binatang” (HR Bukhari)
3.      Jual beli anak binatang yang masih ada dalam perut induknya. Berdasarkan sabda Rasulullah Saw
عن ابن عمر ر ض ان رسو ل الله ص م نهى عن بيع حبل الحبلة  ﴿رواه البخارى ومسلم﴾
“Dari Ibn Umar r.a. Rasulullah Saw telah melarang sesuatu yang masih dalam kandungan induknya” (HR Bukhari dan Muslim)
4.      Jual beli dengan muhaqallah. Baqalah berarti tanah, sawah, dan kebun. Masud muhaqallah disini adalah menjual tanaman yang masih berada di ladang atau di sawah. Hal ini karena terdapat sangkaan riba didalamnya.
5.      Jual beli dengan mukhadarah, yaitu menjual buah-buahan yang masih belum pantas untuk di panen. Seperti menjual rambutan yang masih hijau.
6.      Jual beli dengan mulammasah, yaitu jual beli secara sentuh menyentuh, misalkan seorang yang menyentuh kain di siang atau di malam hari. Maka orang yang menyentuh kain itu berarti membeli kain tersebut.
7.      Jual beli dengan munabadzah, yaitu jual beli secara lempar melempar, seperti seorang berkata, ”lemparkan padaku apa yang ada padamu, nanti kulemparkan pula kepadamu apa yang ada padaku”. Setelah saling lempar tersebut barulah terjadi jual beli. Hal ini dilarang karena tidak terdapat ijab qabul.
8.      Jual beli dengan muzabanah, yaitu menjual buah yang basah dengan buah yang kering, seperti menjual padi kering dengan bayaran padi basah, sedangkan unkurannya dikilo sehingga akan merugikan si penjual padi kering. Berdasarkan sabda Rasulullah Saw
عن انس ر ض قا ل نهى رسول الله عن المحا قلة والمحا ضرة والملا مسة والمنابذ ة والمزا بنة  ﴿رواه البخارى﴾
“Dari Anas r.a, ia berkata: Rasulullah Saw jual beli Muhaqallah, Mukhadharah, Mulammasah, munabadzah, dan Mudzabanah” (HR Bukhari)
9.      Menentukan dua harga untuk satu barang yang diperjualbelikan. Menurut Syafi’i penjualan seperti ini mengandung dua arti. Arti yang pertama ialah: seperti seseorang berkata ”kujual buku ini seharga Rp 10.000 dengan tunai atau Rp 15.000 dengan cara hutang”. Arti kedua yaitu, seperti seseorang berkata ” akan kujual buku ini padamu, dengan syarat kamu harus menjual tasmu padaku”. Rasulullah Saw bersabda:
عن ابى هريرة ر ض قا ل رسول الله ص م من با ع بيعتين فى بيعة فله ا و كسهما او الربا  ﴿رواه ابو داود﴾
“Dari Abi Hurairah, ia berkata: Rasululah Saw bersabda: barang siapa yang menjual dengan dua harga dalam satu penjualan barang maka baginya ada kerugian atau riba.” (HR Abu Daud)
10.  Jual beli dengan syarat. Jual beli seperti ini sebenarnya sama dengan jual beli dengan menentukan harga dalam satu barang. Hanya saja disini hal tersebut dianggap sebagai syarat. Lebih jelasnya jual beli seperti ini sama dengan jual beli dua harga arti yang kedua menurut imam Syafi’i.
11.  Jual beli gharar, yaiu ual beli yang samar sehingga adanya kemungkinan terjadi penipuan. Seperti, menjual ikan yang masih berada didalam kolam. Sabda Rasulullah:
لا تشتر السمك فى الماء فا نه غرر  ﴿رواه احمد﴾
“Janganlah kamu membeli ikan didalam air, karena jual beli seperti ini termasuk gharar (menipu).” (HR Ahmad)
12.  Larangan menjual makanan hingga dua kali ditakar. Hal ini menunjukkan kurangnya saling percaya antara penjual dan pembeli.

Ada beberapa macam jual beli yang dilarang oleh agama, tetapi sah hukumnya namun mendapatkan dosa atas transaksi jual beli tersebut. Yaitu sebagai berikut:
1.      Menawar barang yang sedang ditawar orang lain. Seperti seseorang yang berkata ”tolaklah harga tawarannya itu, nanti aku yang membeli dengan harga yang lebih mahal”. Karena sabda Rasulullah Saw:
لا يسوم الرجل على سوم اخيه  ﴿رواه البخارى ومسلم﴾
“Tidak boleh seseorang menawar diatas tawaran saudaranya.” (HR Bukhari dan Muslim
2.      Menjual diatas penjualan orang lain. Seperti ”kembalikan saja barang itu kepada penjualnya, nanti barangku saja yang kau beli dengan harga yang lebih murah dari itu”. Rasulullah Saw bersabda:
قا ل رسول الله ص م ولا يبيع الرجل على بيع اخيه  ﴿رواه البخارى  ومسلم﴾
“Rasulullah Saw bersabda: seseorang tidak boleh menjual diatas penjualan orang lain” (HR Bukhari dan Muslim)
D. Hal-hal yang berhubungan dengan jual beli
  1. Badan Perantara
Badan perantara dalam jual beli disebut simsar, yaitu seseorang yang menjualkan barang orang lain atas dasar bahwa seseorang itu akan diberi upah oleh orang yang mempunyai barang tersebut dan ia akan mendapatkan upah atas usahanya itu. Berdasarkan Hadis dari Ibn Abbas r.a yaitu:
عن ابن عبا س ر ض فى معنى السمسا ر قا ل : لا با س ان يقول بع هذا الثوب بكذا فمازاد فهو لك   ﴿رواه البخارى﴾
“Dari Ibn Abbas r.a dalam perkara simsar ia berkata: tidak apa-apa jika seseorang berkata ‘jual-lah kain ini dengan harga sekian, lebih dari harga penjualan itu adalah untukmu” (HR Bukhari)

Orang yang menjadi simsar dinamakan pula komisiner, makelar, atau agen. Tergantung persyaratan-persyaratan atau ketentuan-ketentuan menurut hukum dagang saat ini. Mereka seua bertugas menjadi perantara dalam menjualkan barang-barang dagangan, baik atas namanya sendiri atau perusahaan. Hal tersebut dibolehkan selama tidak adanya unsur penipuan yang dapat merugikan salah satu pihak.
  1. Lelang (Muzayadah)
Penjualan seperti ini dibolehkan, berdasarkan sebuah keterangan yaitu:
عن انس ر ض قا ل با ع النبى ص م حلسا وقدحا قا لمايشترى هذا الحلس والقدح فقا ل رجل اخذ تهما بذرهم فقا ل النبى ما يزيد فا عطا ه رجل درهمين فباعهما منه 
﴿رواه البخارى﴾
“dari Anas r.a ia bekata Rasulullah Saw menjual sebuah pelana dan sebuah mangkuk air dengan berkata siapa yang mau membeli pelana dan mangkuk ini? Serang laki-laki menyahut; aku bersedia membelinya seharga satu dirham. Lalu Nabi berkata lagi, siapa yang berani menambahi? Maka diberi dua dirham oleh seorang laki-laki kepada beliau. Lalu dijuallah kedua benda itu kepada laki-laki tadi.” (HR Tirmidi)

I. Penjualan Tanah
Menurut madzhab Syafi’i, bila seseorang menjual sebidang tanah sedangkan didalamnya terdapat pohon-pohon, rumah-rumah, dan lain-lain, maka semua yan berada diatas tanah tersebut turut terjual. Namun, tidak termasuk benda-benda yang berada didalamnya yang dapat diambil sekaligus, seperti: padi, bawang, atau tanaman sejenis. Menurut syafi’i boleh menjual sebidang tanah yang didalamnya terdapat benih dan tanamannya. Jika penjualan tanah itu tidak dipisahkan antara penjualan benih dan tanaman itu, maka penjualan tersebut menjadi batal sebab tidak adanya kejelasan. Yang termasuk penjualan sebidang tanah ialah:
1.      Batu yang ada didalamnya
2.      barang-barang yang terpendam didalamnya. Seperti, benda berharga dan lain-lain.
Dalam penjualan sebidang kebun, yang termasuk didalamnya adalah:
1.      Pohon-pohon
2.      Bangunan-bangunan yang ada didalamnya, kecuali barang-barang yang dikecualikan dalam akad dan disepakati oleh kedua belah pihak.
3.      Pekarangan yang melingkari
4.      Tanahnya
Bila menjual rumah, yang termasuk didalamnya adalah:
1.      Tanah tempat mendirkan rumah tersebut.
2.      Apa yang ada dalam pekarangannya. Seperti kakus, dan lain-lain
Dalam penjualan seekor hewan, yang termasuk didalamnya adalah:
1.      Sandal/sepatunya
2.      Pelananya
Bila yang dijual itu pohon-pohon yang sdang berbuah, maka buah tersebut milik penjual, kecuali jika pembeli mensyaratkan agar buahnya itu untuk dia. Sabda Rasulullah Saw:
من ابتا ع نخلا بعد ﺃن تؤ بر فثمرتها للذى با عها الا ان يشترط المبتاع ومن ابتاع عبدا فماله للذى با عه الا ان يشترط  المبتاع   ﴿ررواه البخارى ومسلم﴾
“Siapa yang membeli sepohon kurma sesudah dikawinkan, maka buahnya adalah milik penjual, kecuali jika pembeli mensyaratkan buat dia. Dan siapa yang membeli seorang budak, maka harta kekayaan budak itu adalah untuk yang menjual, kecuali pembeli mensyaratkannya.” (HR Bukhari dan Muslim)

J. beberapa bentuk khusus jual beli
  1. Jual beli Istishna’
Musthafa Ahmad Al-Zarqa mendefinisikan istishna’ sebagai akad penjualan yang bersifat manufacture (barang hasil olahan kerajinan) dengan kewajiban bagi penjual intuk menghadirkan barang tersebut, dengan materiilnya berasal dari pihak penjual dengan spesifikasi harga yang telah disepakati. Sedangkan menurut Wahbah al-Zuhaili, istishna’ adalah akad dengan pihak pengrajin untuk mengerjakan suatu barang (pesanan) tertentu dimana materi materi dan biaya produksi menjadi tanggung jawab pihak pengrajin.
Dari dua pengertian terakhir dapat diambil kesimpulan bahwa istishna’ bukan hanya sekedar ’janji’ dan objek dalam kontrak ini adalah sebuah properti untuk memenuhi kebutuhan yang dipesan oleh pembeli dengan barang yang diperjualbelikan tidak ada pada saat akad. Dalam akad istishna’ hanya berlaku pada objek barang yang dapat dibuat (melalui proses produksi) dan tidak berlaku pada barang seperti, padi, kapas, buah-buahan, dan lain-lain. Serta objek baarang harus dapat dispesifikasikan dengan jelas hal ini ditujukan untuk menhindari usur gharar.
Dasar hukumnya yaitu surat Al-Kahfi ayat 94, yaitu ketika seseorang memesan kepadanya untuk dibuatkan dinding (penghalang) dari ya’juj dan ma’juj.
(#qä9$s% #x»tƒ Èû÷ütRös)ø9$# ¨bÎ) ylqã_ù'tƒ ylqã_ù'tBur tbrßÅ¡øÿãB Îû ÇÚöF{$# ö@ygsù ã@yèøgwU y7s9 %¹`öyz #n?tã br& Ÿ@yèøgrB $oYuZ÷t/ öNßgoY÷t/ur #ty ÇÒÍÈ
”ya zulkarnain sesungguhnya ya’juj dan ma’juj itu adalah orang-orang perusak bumi, maka maukah engkau kami berikan upeti (kharajan) dengan syarat engkau adakan antara kami dan mereka itu suatu tembok (penghalang)”
Komentar terhadap ayat ini, Ibn ’Abbas berkatabahwa ’kharajan’ berarti sebuah imbalan yang besar. Berdasarkan pendapat al-Asghar, ayat ini menggambarkan petunjuk tentang legalitas istishna. Pendapat ini berdasarkan prinsip bahwa larangan yang berasal dari seseorang yang tercantum/terekam dalam Al-Qur’an adalah benar kecuali jika al-Qur’an dengan jelas melarangnya.
Menurut jumhur kebolehan istishna’ cukup dengan mengkiyaskannya dengan ba’i assalam, maka secara umum akad yang berlaku pada ba’i assalam berlaku pula pada istishna’.
Rukun jual beli istishna’ pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan akad salam. Rukunnya itu sebagai berikut:
1.      Pembeli/pemesan (mushtani)
2.      Produsen (shani’)
3.      Modal/uang (al-tsaman)
4.      barang/jasa/spesifikasi barang yang dipesan (Mashnu’)
5.      Sighat (ijab-Qabul)
6.      Harga barang
Sedangkan syarat jual beli istshna’ tidak jauh berbeda dengan akad salam.
  1. Jual beli mata uang (sharf)
Sharaf menurut bahasa yaitu penambahan, penukaran, penghindaran, atau transaksi jual beli. Menurut Wahbah al-Zuhaili, al-Sharf secara bahasa berarti Ziyadah (tambahan). Sedangkan menurut istilah ialah jual beli uang dengan uang atau yang sejenisnya. Makudnya emas dengan emas, perak dengan perak, atau emas dengan perak, baik sebagai perhiasan maupun sebagai alat penukar.
Atas dasar pengertian diatas, sharf merupakan akad jual beli mata uang baik dengan sesama mata uang yang sejenis (rupiah dengan rupiah) maupun yang tidak sejenis (rupiah-dollar).
Dasar hukum keabsahan jual beli ini terdapat dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 275 yang artinya:
”...dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”
Dalam Hadis Nabi sebagai berikut:
”(juallah) emas dengan emas, perak dengan perak, ganum engan gandum, syair dengan syair, kurma dengan kurma dengan kurma,  dan garam dengan garam, (dengan syarat harus) sama dan sejenis secara tunai. Jika jenisnya berbeda, juallah sekehendakmu jika dilakukan secara tunai.” (HR Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’i, dan Ibn Majah)
Disamping itu para ulama sepakat bahwa akad al-sharf di syariatkan dengan syarat-syarat sebagai berikut:
1.      Tidak untuk spekulasi (untung-untungan)
2.      Ada kebutuhan transaksi untuk berjaga-jaga (simpanan)
3.      Apabila transaksi dilakukan dengan mata uang sejenis maka nilainya harus sama (al-tamatsul) dan secara tunai (taqabudh) sebelum kedua belah pihak berpisah serta tidak ada khiar syarat.
4.      Apabila mata uang tersebut berbeda maka harus dilakukan dengan nilai tukar (kurs) yang belaku pada saat transaksi dilakukan secara tunai.
  1. Jual bei murabahah
Jual beli murabahah adalah jual beli barang seharga modal pembelian/kulakan ditambah keuntungan yang disepakati. Misalnya sorang membeli barang kemudian menjualnya kembali dengan keuntungan tertentu misalnya 10 % atau 20 % dari harga pembelian.
Murabahah adalah salah satu jual beli yang dibenarkan menurut syariah dan merupakan implementasi muamalat tijariyah (transaksi  bisnis). Dasar hukumnya yaitu surat An-Nisa ayat 29.
Berdasarkan Hadis Nabi, yaitu:
”bahwa ketika Rasulullah Saw ingin hijrah Abu Bakar r.a membeli dua ekor unta, kemudian Rasulullah Saw berkata ”serahkan salah satunya untuku (dengan harga yang sepadan/tauliyah)” Abu Bakar menjawab ” ya dia untukmu tanpa sesuatu apapun” kemudian Rasululah saw berkata ”kalau tanpa haraga jual tidak jadi saya ambil” (HR Bukhari dan Ahmad).
Ketentuan yang harus dipenuhi dalam jual beli murabahah adalah:
1.      Jual barang harus dilakukan atas barang yang telh dimiliki/hak kepemilikan telah berada di tangan penjual. Artinya keuntungan dan risiko barang tersebut ada pada penjual sebagai konsekuensi dari kepemilikan yang timbul dari akad yang sah.
2.      Adanya kejelasan inormasi mengenai besarnya modal (harga pembelian/kulakan) dan biaya-biaya lain yang laim dikeluarkan dalam jual beli pada suatu komoditi. Semuanya harus diketahui oleh pembeli pada saat akad da merupakan syarat sah murabahah.
3.      Ada inormasi yang jelas tentang keuntungan baik nominal atau persentasi sehingga diketahui oleh pembeli sebagai salah satu syarat sah dalam murabahah.
4.      Dalam sistem murabahah, penjual boleh menetapkan syarat kepada pembeli untuk menjamin kerusakan yang tidak tampak pada barang, tetapi lebih baik yarat seperti itu tidak ditetapkan karena pengawasan barang adalah kewajiban penjual disamping untuk menjaga kepercayaan.
5.      transaksi pertama (antara penjual dan pembeli pertama) harus sah, jika tidak sah maka tidak jual beli secara murabahah (antara pembeli pertama yang menjadi penjual kedua dengan pembeli murabahah) karena murabahah adalah jual beli harga pertama disertai tanbahan keuntungan.
K. Khiar dalam jual beli
Dalam jual beli, didalam Islam dibolehkan memilih apakah akan meneruskan jual beli atau membatalkannya. Khiar terbagi menjadi tiga, yaitu:
1.      Khiar majlis, artinya antara penjual dan pembeli boleh memilih akan melanjutkan jual beli atau membatalkannya selama masih ada dalam satu tempat (majelis). Rasulullah Saw bersabda:
البيعا ن با لخيا ر ما لم يتفرقا   ﴿رواه البخاري ومسلم
“penjual dan pembeli boleh khiar selama belum berpisah” (HR Bukhari dan Muslim)
2.      Khiar syarat, yaitu penjualan yang didalamnya disyaratkan sesuatu baik oleh penjual maupun pembeli, seperti seseorang berkata “saya jual rumah ini seharga Rp 250.000.000 dengan syarat khiar selam tiga hari. Sabda Rasululah Saw:
انت با لخيا ر فى كل سلعة بتعتها ثلا ثا ليا ل   ﴿رواه البيهقى
“kamu boleh khiar pada setiap benda yang telah dibeli selama tiga hari tiga malam” (HR Baihaqi)
3.      Khiar ‘aib, artinya dalam jual beli ini disyaratkan kesempurnaanya benda-benda pada saat dibeli. Seperti seorang berkata “saya beli mobil itu seharga sekian, jika mobil itu cacat akan saya kembalikan”. Seperti yang diriwayatkan dari Aisyah r.a bahwa seorang membeli budak, keudian budak tersebut disuruh berdiri didekatnya, didapatinya budak itu kecacatan, lalu diaukannya kepada Rasul, maka budak itu dikembalikan kepada penjual.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
  • Jual dalam istilah fiqh disebut al-bai’u yang berarti menjual,mengganti,dan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain. Sedangkan Beli disebut Assyar-u dengan demikian bila keduanya digabungkan maka timbul istilah jual dan beli
  • Jual beli mempunyai landasan hukum yang kuat dalam Al-Qur’an dan Assunnah. Dalil Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 275 dan surat An-Nisa ayat 29.
  • Menurut jumhur ulama , rukun dan syarat jual beli terdiri dari:
    1. Adanya orang yang berakad (penjual dan pembeli) dan syaratnya adalah berakal,baligh,atas kehendak sendiri. Berdasarkan sabda Rasul
    2. Adanya ijab dan qabul diantara orang yang berakad. Adapun syarat ijab dan qabul yaitu: jangan ada yang memisahkan diantara keduanya, tidak diselingi dengan kata-kata lain diantara ijab dan qabul, ijab dan qabul dilakukan dalam satu majlis kecuali dalam aqad salam.
    3. Objek jual beli, yang terdiri dari: barang yang diperjualbelikan dan harga barang,barangnya suci sehingga tidak sah menjual benda-benda najis seperti: anjing, babi, khamr
  • Macam-macam jual beli
Jual beli terbagi menjadi tiga:
a.             Jual beli benda yang kelihatan
b.            Jual beli yang disebutkan sifat-sifatnya dalam negosiasi.
c.             Jual beli benda yang tidak ada serta tidak dapat dilihat





  • Hal-hal yang berhubungan dengan jual beli
§    Badan Perantara
§    Penjualan tanah
§    Lelang (Muzayadah)
  • Beberapa bentuk khusus jual beli yaitu:
§    Istishna’
§    Sharf
§    Murabahah

DAFTAR PUSTAKA

Suhendi,Hendi.2008.”Fiqh Muamalah”.Jakarta:PT Raja Grafindo Persada.
Lathif,Azharudin.2005.”Fiqh Muamalah”.Jakarta:UIN Jakarta Press.




[1] Azharuddin Latif,Fiqh Muamalah,hal 100
[2] Bakar Ismail,Ahkamul Muamalat
[3] Azharuddin Latif dan Hendi Suhendi,Fiqh Muamalah